Mari kita lebih
cermat dan bijak memahami kondisi untuk Djakarta,
Djarot berKarya untuk kiTa
Persaingan ketat
menuju DKI 1 terjadi dalam ranah media, saling hujam pendapat untuk menjatuhkan
satu persatu calon menjadi wacana media baik cetak dan online. Tebaran data dan
fakta dilapangan kerap terjadi entah benar atau salah, untuk memanipulasi
pencitraan yang dilakukan. Ya, sekali lagi sebuah kesan akan muncul dan
terbelah menjadi good guy and bad guy.
Perolehan satu juta
ktp yang menjadi obsesi salah satu kawan kami,
yang tergabung dalam sebuah komunitas relawan Teman Ahok merupakan sebuah keberhasilan dan patut diancungi
jempol, layaknya sebuah emoticon
dalam message chat media social.
Man on TOP, Ahok, sapaan
akrab Basuki Tjahja Purnama, menjadi seleb media, wajahnya tersebar dalam
segala pemberitaan media cetak maupun online. Popularitas Ahok banyak diingat
seluruh warga DKI Jakarta dari segala kalangan usia, dengan bantuan Teman Ahok.
Wacana pencitraan
berubah haluan saat last minute perolehan satu juta KTP menjadi permusuhan.
David versus Goliath dijadikan frame dalam tampilan drama politik. Ahok feat
Teman Ahok sebagai David melawan PDI Perjuangan sebagai partai besar dan
menjadi Goliath.
PDI P sebagai juara umum dalam kompetisi pemilu tahun
2012, yang meraup 1,4 juta suara pemilih, dengan mengusung Jokowi-Ahok saat
itu. Mungkin nggak, satu juta KTP yang menjadi acuan keberhasilan Teman Ahok
mencari dukungan pada warga Jakarta adalah keberhasilan PDI Perjuangan dalam
pemilu 2012.
Jika iya, sejak dari
awal Teman Ahok menjadikan PDI Perjuangan sebagai rival dalam pertarungan ini. Namun,
banyak politisi dari partai ini merepon datar
terhadap fenomena munculnya ahok dan
keberhasilannya sebagai bagian dari demokrasi.
Meski, seperti yang
kita ketahui bahwa Teman Ahok mengusung jalur pencalonan perseorangan atau
independensi untuk Ahok agar duduk kembali dalam tahta pemerintahan di DKI
Jakarta.
Lantas apa dong obsesi Teman Ahok saat parta Hanura, Nasional
Demokrat, dan Golkar menyatakan diri sebagai partai pendukung ?
Saat perolehan satu
juta KTP tercapai, Teman Ahok pun keblinger dengan keberhasilan yang mereka
buat, dengan bermanuver tasyakuran di Singapura mereka tidak sadar apa yang
mereka lakukan akan membawa interest
public untuk menguak siapa dibalik Teman Ahok.
Diawali dengan media
Tempo yang memberitakan aliran dana 20 milyar, kemudian berkembang menjadi 30 miliyar
dari pengembang terbesar di Indoensia, Agung Podomoro melului Cyrus Network
dengan melibatkan beberapa relasi dan staf khusus Ahok sendiri.
Aguan, pemilik Agung
Podomoro yang getol dengan reklamasi pantai utara yang akan dijadikan pulau
buatan, disebut-sebut telah mencairkan dana sebesar 30 milyar untuk Teman Ahok
dalam menjalankan operasi KTP dalam memperoleh sejuta KTP untuk Ahok. Tentu semuanya
tidak gratis, mereka, Agung Podomoro memberikan dengan maksud agar mega proyek
reklamasi direstui oleh Ahok sebagai penguasa di DKI Jakarta.
Tak ayal lagi, dana
sebesar itu tentu mampu membuka stan atau both di mall besar sekelas Jakarta,
kota megapolitan, memberi gaji atau insentif atau apalah sebutannya untuk
relawan Teman Ahok dalam bekerja
mencari KTP, mereka juga blusukkan
juga loh.
Personal Branding
yang dilakukan Teman Ahok, gila-gilaan dan tentu mati-matian dalam menyebarluaskan
personalisasi sosok Ahok. Loyalitaska mereka?
Sekali lagi ini sekedar alur berpikir, guy’s. Mari kita tengok langkah jagoan
kita, Djarot Saiful Hidayat.
Djarot, pria
kelahiran Gorontalo 1955 silam, perjalanan politiknya diawali sejak dirinya
terpilih dalam pemilihan legislatif, atau pileg 1999 dan duduk di komisi A
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur. Sebelumnya sosok Djarot
lebih dikenal dalam lingkungan civitas Universitas 17 Agustus 1945 sebagai
dosen/guru besar dan merangkap sebagai Pembantu Rektor I.
Pada
tahun 2000 pada Pemilihan Kepala Daerah di Blitar Jawa Timur, Djarot terpilih
sebagai Walikota Blitar dengan masa jabatan 2000 sampai dengan 2010. Dalam masa
jabatannya, Djarot lebih dekat dengan kalangan rakyat kecil dan kebijakkannya lebih
berpihak rakyat kecil yang mayoritas daripada pada rakyat atas. Bagaimana keberhasilannya
menata 1000 lebih pedagang kaki lima dalam penataan kota, yang mampu mendongkrak
perekonomian Kota Blitar. Roda perekonomian kota berjalan meski tanpa kehadiran
mall-mall besar dan gedung pencakar langit. Suksesnya Djarot dalam menata
keberimbangan komunitas yang ada di Kota Blitar membawa namanya mendapatkan
Penghargaan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah pada tahun 2008. Dia juga
berhasil mendapatkan Penghargaan Terbaik Citizen’s Charter Bidang Kesehatan,
dan Anugerah Adipura dalam 3 tahun berturut-turut, yakni 2006, 2007, dan 2008. (sumber http://profil.merdeka.com/indonesia/d/djarot-saiful-hidayat/).
Masih layakkah Djarot?
Kelayakan Djarot
sebagai pemimpin terbukti saat dirinya terpilih kembali dalam pileg
memperebutkan posisi sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia/DPR RI pada pemilu 2014-2019 denga perolehan suara 69.053 suara untuk
daerah pemilihan Jawa Timur VI. Pribadi Dajrot yang lebih dekat dengan
permasalahan wong cilik terkesan saat dirinya terlibat secara aktif sebagai
koordinator tim kecil yang dibentuk untuk mengusut kasus Marsinah, buruh PT.
Catur Putra Surya, Sidoarjo yang terbunuh secara misterius akibat menuntut
perbaikan sistem upah yang layak.
Jabatan sebagai
legislatif, dilepasnya saat instruksi dari Ketua Umum PDI Perjuangan memerintahkan untuk mengawal kekosongan Wakil
Gubernur pemerintahan DKI Jakarta. Perintah langsung untuk menjadi Wakil
Gubernur DKI Jakarta mendampingi Basuki Tjahja Purnama, lantaran Jokowi kader
PDI Perjuangan sebagai Gubenur menjadi Presiden terpilih masa periode 2014-2019.
Nilai-nilai loyalitas
terhadap partai melekat dalam pribadi Djarot, ia tidak mau melangkah jauh dari
kehendak partai dan sangat menghargai mekanisme yang ada dalam sistem partai. Hal
ini bukan berarti Djarot tidak memiliki ambisi, namun ia lebih memprioritaskan kepentingan
yang lebih besar daripada kehendak pribadinya sendiri.
Terlihat, sampai
detik ini Djarot lebih tenang dan kalem walau dirinya banjir dengan dukungan
dari warga yang menginginkannya untuk kembali maju memimpin DKI. Sahabat Djarot
melalui sebuah akun media sosial yang kali pertama menyatakan dirinya maju
untuk DKI 1, kemudian Almisbat juga turut mendeklarasikan diri dalam dalam
pencalonan Djarot,
Rasa simpatik
terhadap Djarot juga diberikan oleh para Pewarta Foto dan Media, 1001 Rumah
Relawan Djarot, Relawan Jokowi, Hingga sebuah komunitas Mahmud.
Sebuah komunitas yang
memiliki 10 ribu anggota yang tergabung dalam Mahmud, kepanjangan Mamah Muda
dalam sebuah acara yang digelar dalam acara Buka Bersama, Tasyakuran dan Santunan
Yatim dan Dhuafa, Hotel Haris, Minggu, 19/6/2016, memberikan suaranya untuk
Djarot, kelak.
Meski sudah banyak
aspirasi untuk Djarot menjadi layak maju dalam Pilgub 2017 nanti, ia tetap saja
mampu mengendalikan ego pribadi dengan tetap santun dan beretika dalam menanggapinya.
Itulah sosok pribadi Djarot. Low Profile
bukan berarti nggak populis, loh.
Loyalitas Djarot bukannya tidak beralasan ?
Sistem dan mekanisme Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dibangun bukan tanpa ujian, dan memang
teruji. Beberapa kemenangan yang dicapai pemilu yang diselenggarakan didaerah
dan kemenangan saat pemilihan presiden juga telah membuktikan bahwa PDI
Perjuangan adalah partai pilihan.
Jika kita kembali
pada tulisan diatas tentang orientasi Teman Ahok dengan menempatkan standar
keberhasilan sama dengan perolehan PDI Perjuangan maka, tidak salah jika kita sedikit
keluar dari pemahaman umum bahwa mereka ingin meruntuhkan sang Goliath.
Maka tidak salah jika
Djarot memilih jalur partai meski sudah dirayu oleh Ahok, yang akhirnya Ahok
pun memilih Heru sebagai pendampingnya. Itupun
jika Ahok menang.
sumber http://godjarot.com/go-djarot-go-djakarta/
sumber http://godjarot.com/go-djarot-go-djakarta/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar