Kamis, 21 Mei 2015

Seksualitas Paris Van East Java




Seksualitas Paris Van East Java
Malang sebuah kota yang dengan mobilitas masyarakat yang tinggi, syarat sebagai sebuah kota. Daya tarik kota Malang sangat mengagumkan, memiliki pesona yang indah menghamparkan nuansa alam pegunungan yang asri.  Malang yang dikelilingi oleh hamparan pegunungan mulai gunung Welirang, gunung Kawi-Panderman hingga gunung Semeru, menjadikan ikon malang sebagai kota dingin.


Alam pegunungan yang elok, sejuk, tenang juga menjadikannya sebagai kota wisata yang memiliki fasilitas wisata yang memadai. Tidak hanya itu, malang juga memiliki tempat atau situs sejarah karena merupakan embrio kerajaan-kerajaan besar di Jawa Timur seperti Tumapel, Kanjuruhan, Dhoho, dan Singosari.
Paris Van East Java sebutan yang pas disandang oleh kota Malang, geliat perkembangan gaya hidup semakin meningkat seiring perkembangan dunia yang masih up todate baik dari sisi fashion maupun gaya hidup yang lain.

Hal ini tentunya membawa konsekuensi tersendiri, bagi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dengan mentalitas yang selalu ingin mengikuti perkembangan dunia. Bukanlah sesuatu yang murah untuk mendapatkannya. Sebagaimana yang kita ketahui, menjamurnya hotel, tempat karaoke, kafe dan diskotik dengan level yang beragam dari yang mewah sampai level mepet sawah, membuat kehidupan malam kota Malang menjadi gemerlap, bling-bling.

Penelusuran kehidupan malam yang sensual di kota Malang, tidak ada habisnya. Kekaguman terasa saat mengunjungi salah satu kawasan di jantung kota. Sajian malam disuguhkan dalam kemasan erotis, deretan perempuan cantik dengan busana yang aduhai, membuat detak jantung memompa darah lebih cepat. Sangat terasa desir darah dalam urat nadi mengalir bak sebuah air terjun Niagara, serr. Semakin lama aliran darah menekan kebawah, diantara jepitan paha superioritas laki-laki dan mengisi setiap celah-celah dalam kantung syahwat.

Mereka berjejer bagai daftar menu yang disiapkan untuk pelanggan malam, lokal atau impor, terdidik atau kampungan, yang menor atau yang santun, semua tinggal pilih sesuai selera kantung syahwat.
Lampu kota penerang jalan pun seakan memberikan isyarat bahwa inilah waktunya sebuah pagelaran kehidupan malam kota Malang, segera dimulai. Sebuah set atau latar yang memiliki chemestry dengan kehidupan seks sudah terbangun dalam kesadaran masyarakat.

Tren kehidupan malam tidak terlepas dari kesadaran masyarakat itu sendiri, filterisasi budaya yang masuk sebelum bersenggama dengan budaya asli tentu mengalami gesekan, maka kesiapan mental menerimanya. Kita tidak bisa menolak, keras, penetrasi budaya itu, hanya mental yang memiliki kemampuan memilih dan memilah yang dibutuhkan.

Manusia malam, bukanlah sebuah profesi seseorang yang harus dilakoni. Segala argumentasi tertumpah dalam cawan pembelaan diri, ada beralasan menjadi manusia malam dengan faktor himpitan keras ekonomi, sakit hati tuh disini terhadap pengkhianatan laki-laki, namun hal itu sebagian kecil saja. Kebanyakan mereka adalah seorang pelari dari sebuah laga kehidupan, dan seakan merasa sebuah arus menekannya hingga batas prinsip hidup, jadilah ia manusia malam.

Tekanan, prinsip, dan norma, hanyalah sebuah aturan yang ditulis dihati, dihiasi pigura emas, yang tertempel dalam dinding moralitas. Malu, sinis dan gengsi sebatas celoteh ekspresi, tidak lebih.

Sensasi, merupakan hulu dari syahwat ini dilapisi kepuasan nafsu. Malang oh malang, dari jaman Ken Arok sampai Ken Anang permasalahanmu tak pernah lepas dari deretan gunung-gunung yang menutupi sinar mentari yang cerah. Malang oh malang, manusia yang tak sanggup melepas kenikmatan selimut nafsu.
Come here, bieb. Come to Kangmas.

Tidak ada komentar: