Sabtu, 02 Mei 2015

Permainan Anak versus Pembangunan (part 1, Game online dan Tradisional)



Permainan Anak versus Pembangunan
(part 1, Game online dan Tradisional)



Seiring roda waktu terus berjalan, kemajuan teknologi dan pembangunan menggerus lahan dan ruang kosong untuk generasi penerus. Alih-alih untuk kemajuan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat mereka mengambil ruang ekspresi dan bermain anak-anak, dan digantikan dengan sebuah teknologi terapan berbentuk mini, game online. Tentu permainan ekspresi ini menggeser sebuah nilai-nilai perkembangan mental anak, dan tentunya membutuhkan biaya untuk memainkannya, lain halnya dengan permainan tradisional yang relatif murah dan mebaur dengan alam.
Single dan multiplayer merupakan mode permainan yang bisa kita jalankan dengan variasi jenis permainan yang mendidik namun, yang harus kita pikirkan adalah berapa anak yang bisa menikmati fasilitas permainan tersebut. Pertama, harus membeli perangkat keras seperti i-pad, smartphone, computer dan lain sebagainya dan harus terintegrasi dengan jaringan internet yang juga membutuhkan biaya. Kedua, topografi tempat anak tersebut tinggal yang sinyal jaringan internetnya terbatas. Ketiga, akses internet yang tanpa batas membahayakan perkembangan perilaku dan mental anak. Keempat, dengan fasilitas tersebut, meski dimainkan dengan mode multiplayer anak tetap berkomunikasi bukan dengan cara komunikasi verbal sehingga anak tetap bermain sendiri, dalam ruang kosong tanpa ekspresi.
Diakui dalam game online, banyak stimulus yang membangkitkan kreatifitas anak. Perkembangan otak kanan anak dirangsang melalui atraksi dalam setiap permainan, konsep, strategi, aksi, dan ekspresi dan semua hal itu direkam dalam memori jangka panjang sehingga orang tua harus hati-hati dalam memilih permainan untuk anak mereka. Orang tua harus selektif dalam memilih dan memilah jenis permainan, karena bayak ragam yang ditawarkan pengembang game online dari hal action, arcade, dan strategi karena daya merekam dan menyimpan otak kanan untuk jangka panjang itulah akan mempengaruhi perkembangan mental dan perilaku anak.
Lain halnya dengan tradisional, ekspresi dibentuk dalam ragam komunikasi verbal, interaksi antar teman, logika, analisa, kekompakan tim, serta rasa pertemanan dan kegembiraan mereka rasakan bersama dalam sebuah permainan. Murah, dan guyub dalam suatu permainan itulah yang ditawarkan dalam permainan tradisional. Petak umpet, engklek, kelereng, petel lele/gatrik, benteng, egrang, kasti, lompat tali, ular naga, congklak, bekel, pletokan, gasing, layangan balap karung dan yang lainnya dalam istilah daerah masing-masing. Permainan tradisional ini tidak hanya dimainkan oleh 2-5 orang saja namun bisa beramai-ramai di lahan kosong. Mungkin tidak semenarik dalam permainan online, virtualisasi gambar, aksi yang melampau batas, heroik dan jagoan. Tapi, permainan ini dilakukan secara manual dan kelompok, gaya bahasa yang dilontarkan adalah gaya bahasa teman sebaya, membangun rasa sosial, kebersamaan, kekompakan, dan toleransi untuk merangsang mental anak untuk peduli dengan sesama.
Karena permainan tradisional banyak dilakukan lebih dari 5 orang secara bersama-sama maka banyak membutuhkan lahan/lapangan luas untuk ruang gerak permainan. Namun, di kota lahan itu tergerus oleh pembangunan, tidak ada lagi ruang kosong di kota besar yang memungkinkan anak bermain bebas, riang dan gembira akhirnya mereka bermain di sembarang tempat yang membahayak keselamatan jiwa anak. Sering kita jumpai di lingkungan sekitar anak bermain layangan, dipinggir jalan tol dan diatas genting rumah karena sempitnya lahan untuk mereka memainkan permainan tersebut.
Sungguh ironis bahwa kemajuan tenologi dan pembangunan tidak memeperhatikan lagi ruang gerak untuk anak bisa bermain bebas, dekat dengan lingkungan yang bebas dari polusi, bebas arus lalu lintas, yang aman bagi keselamatan anak. Tercermin dari perilaku remaja mereka yang dipaksa untuk menajdi manusia yang sekuler, egois, teman yang segelintir lidi, dan sikap yang asusila jauh dari norma dan batas masyarakat. #saveourchild

Tidak ada komentar: