Senin, 11 Mei 2015

Cita Rasa , Cinta dan Pengorbanan Mutiara Hitam dari Selatan Pulau Jawa













Cita Rasa , Cinta dan Pengorbanan
Mutiara Hitam dari Selatan Pulau Jawa


Menyajikan cita rasa dalam kopi memang membutuhkan pengorbanan maskimal, mengapa begitu?. Kita, penikmat kopi hanya melihat bagian proses akhir dalam sajian secangkir kopi, dan jarang kita tahu atau ingin tahu seberapa besar cinta dan pengorbanan kopi hadir dalam cita rasa itu. Kita, penikmat kopi hanya datang ke kedai kopi atau kafe, lalu menikmatinya.

Hitam, warna khas kopi sebagai penanda wujud getirnya kehidupan kopi, banyak sekali keringat yang harus dihargai kepada mereka yang menaruh kehidupannya pada kopi. Mereka, ya. orang-orang petani kopi, yang tidak kenal lelah, menaruhkan segala perhatian, harapan dan kasih sayangnya pada sebuah agar dapat menghasilkan kopi dengan kualitas terbaik, biji kopi pilihan. Sebuah slogan salah satu brand produk kopi, tercipta bukan semata hanya melihat sebuah hukum ekonomi antara demand and supply, namun sebuah telaah tentang kopi dan pekerjanya.
Mengutip pernyataan, Eki, pemilik Cafe Teras, di jalan Rahayu 3 Pasarebo, Jakarta Timur, tidak ada kopi yang tidak enak semua berawal dari proses pembuatan dan menyajikannya saja, dan tidak ada pembeda dari jenis-jenis kopi. Saya mencoba memaknai maksud ucapannya, dan saya harus mengakui bahwa kita harus mengenal kopi dan kehidupannya, barulah kita bisa mengerti makna kopi, seperti kita mengenal diri.
Sebuah lahan yang luas, dijadikan perkebunan kopi, jauh dari akses kebisingan lalu lintas orang-orang kota, terdampar pada sisi selatan lereng pegunungan argopuro, arah timur berbatasan dengan Banyuwangi, arah barat dengan Lumajang, arah utara berbatasan dengan Bondowoso, dan arah selatan dengan Samudera Indonesia.
Terletak di pinggir peradapan sebuah kota, berteman kesunyian, kopi menjalani kehidupannya bersama petani, bersama-sama meraih asa. Sang petani pun merawat kopi bak seorang anak kandung yang lahir dari darahnya, terik panas matahari terasa seperti seekor semut kecil sedang menggigitnya, cucur peluh bagai butiran emas kasih sayang sang bapak.
Merawat kopi bagi petani bukan sekedar mengisi waktu luang hidupnya. Segala curahan kasih sayang pada kopi, tertumpah dengan tulus dan ikhlas. Kopi baginya adalah mutiara hitam pegunungan, yang ditanam diatas lahan dengan ketinggian 400 – 800 dpl. Tak ayal, kopi sangat manja kepada petani, tempat bermainnya harus teduh, sehingga tumbuhlah sekitar kopi pohon yang sengon yang mengurai sinar panas matahari. Lahan yang gembur tempat kopi menginjakkan kaki-kakinya pada tanah. Semua sudah tertata rapi oleh petani, semata untuk buah hatinya, Kopi.
Setelah semuanya siap, maka dihadirkan kopi di lahan sang petani, jarak tanam diatur sedemikian rupa karena hal itu mempengaruhi perkembangan Kopi, pola makan setiap 1-2 tahun sekali diberinya gizi dan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan kopi. Kebersihan kopi harus terjaga, kopi harus selalu bersih dari gulma dan hama penyakit, terutama saat masih muda. Kebersihan harus dilakukan setiap 2 minggu sekali agar tidak akan mengalami penurunan produktivitas, kualitas mutu kopi dan bahkan kematian kopi. Begitulah rutinitas petani dalam merawat Kopi, itulah keikhlasan Petani.
Kopi bisa dinikmati oleh petani, saat umur sekitar 3 tahuanan dan masa keemasan kopi sekitar 7 – 9 tahunan. Panen bisa dilakukan setiap 4 – 5 bulan sekali dalam masa panen tersebut. Memang umur kopi terbilang sangat lama yaitu, sekitar 20 tahunan, waktu yang lama bagi petani merekam kisah-kasih bersama kopi, dan sulit baginya menepis potret kebersamaannya dengan kopi, dan beralih.
Aku, kamu dan kalian, penikmat kopi, mengetahui pahit-manisnya Kopi ketika dia didalam cangkir yang dihidangkan. Mode panas atau dingin hanyalah selera yang penikmat Kopi, yang dipaksakan agar Kopi menjadi hal itu. Kopi mentransformasikan energinya dalam bentuk cair, diolah dengan segala metode, manual atau auto, dipadankan dengan berbagai aksesoris, agar kita bisa menikmatinya, itulah keikhlasan Kopi.
Petani dan Kopi, dengan segala keikhlasan hati berkorban untuk Aku, Kamu dan Kalian, penikmat kopi, menghadirkan sebuah mahakarya yang terbaik dari alam, yang dihasilkan di sisi selatan lereng pegunungan argopuro, yaitu cita rasa tinggi mutiara hitam.
Sebuah catatan, Menurut sebuah informasi sudah ada 18 ijin usaha penambangan berada di wilayah Jember untuk melakukan eksploitasi tambang yang diduga daerah tersebut memiliki nilai tambang bernilai tinggi.
Mengajak pembaca untuk merefleksikan kondisi tersebut bagi ekosistem, dan dampak lingkungannya. Terutama Jember merupakan lahan hijau kelas 1, yang merupakan lahan yang cocok untuk pertanian, dan perkebunan karena mutu tanah yang subur.
Mengajak pembaca untuk merefleksikan sebuah wacana migrasi profesi besar-besaran dari petani ke Industri pertambangan, mengingat sumber daya manusia didaerah tersebut masih belum siap secara pengetahuan dan mental-psikologis.
Terakhir, mengajak Aku, Kamu dan Kalian, Penikmat Kopi untuk berpatrisipasi dalam kelangsungan hidup Kopi dan Petaninya, dalam sebuah Gerakan Tolak Penambangan di Kebun Kopi.
Selamat [minum] Kopi

Tidak ada komentar: