Cita Rasa , Cinta dan Pengorbanan
Mutiara Hitam
dari Selatan Pulau Jawa
Menyajikan cita rasa dalam kopi
memang membutuhkan pengorbanan maskimal, mengapa begitu?. Kita, penikmat kopi
hanya melihat bagian proses akhir dalam sajian secangkir kopi, dan jarang kita
tahu atau ingin tahu seberapa besar cinta dan pengorbanan kopi hadir dalam cita
rasa itu. Kita, penikmat kopi hanya datang ke kedai kopi atau kafe, lalu
menikmatinya.
Hitam, warna khas kopi sebagai
penanda wujud getirnya kehidupan kopi, banyak sekali keringat yang harus
dihargai kepada mereka yang menaruh kehidupannya pada kopi. Mereka, ya.
orang-orang petani kopi, yang tidak kenal lelah, menaruhkan segala perhatian,
harapan dan kasih sayangnya pada sebuah agar dapat menghasilkan kopi dengan kualitas
terbaik, biji kopi pilihan. Sebuah slogan salah satu brand produk kopi,
tercipta bukan semata hanya melihat sebuah hukum ekonomi antara demand and
supply, namun sebuah telaah tentang kopi dan pekerjanya.
Mengutip pernyataan, Eki,
pemilik Cafe Teras, di jalan Rahayu 3 Pasarebo, Jakarta Timur, tidak ada kopi yang tidak enak semua berawal
dari proses pembuatan dan menyajikannya saja, dan tidak ada pembeda dari
jenis-jenis kopi. Saya mencoba memaknai maksud ucapannya, dan saya harus
mengakui bahwa kita harus mengenal kopi dan kehidupannya, barulah kita bisa
mengerti makna kopi, seperti kita mengenal diri.
Sebuah lahan yang luas,
dijadikan perkebunan kopi, jauh dari akses kebisingan lalu lintas orang-orang kota, terdampar pada sisi selatan lereng
pegunungan argopuro, arah timur berbatasan dengan Banyuwangi, arah barat dengan
Lumajang, arah utara berbatasan dengan Bondowoso, dan arah selatan dengan
Samudera Indonesia.
Terletak di pinggir peradapan
sebuah kota, berteman kesunyian, kopi menjalani kehidupannya bersama petani,
bersama-sama meraih asa. Sang petani pun merawat kopi bak seorang anak kandung
yang lahir dari darahnya, terik panas
matahari terasa seperti seekor semut kecil sedang menggigitnya, cucur peluh
bagai butiran emas kasih sayang sang
bapak.
Merawat kopi bagi petani bukan
sekedar mengisi waktu luang hidupnya. Segala curahan kasih sayang pada kopi,
tertumpah dengan tulus dan ikhlas. Kopi baginya adalah mutiara hitam pegunungan, yang ditanam diatas lahan dengan
ketinggian 400 – 800 dpl. Tak ayal, kopi sangat manja kepada petani, tempat bermainnya harus teduh, sehingga
tumbuhlah sekitar kopi pohon yang sengon yang mengurai sinar panas matahari.
Lahan yang gembur tempat kopi menginjakkan kaki-kakinya
pada tanah. Semua sudah tertata rapi oleh petani, semata untuk buah hatinya, Kopi.
Setelah semuanya siap, maka
dihadirkan kopi di lahan sang petani, jarak tanam diatur sedemikian rupa karena
hal itu mempengaruhi perkembangan Kopi, pola makan setiap 1-2 tahun sekali diberinya gizi dan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan kopi. Kebersihan kopi
harus terjaga, kopi harus selalu bersih dari gulma dan hama penyakit, terutama saat masih
muda. Kebersihan harus dilakukan
setiap 2 minggu sekali agar tidak akan mengalami penurunan
produktivitas, kualitas mutu kopi dan bahkan kematian kopi. Begitulah
rutinitas petani dalam merawat Kopi, itulah
keikhlasan Petani.
Kopi bisa dinikmati oleh
petani, saat umur sekitar 3 tahuanan dan masa keemasan kopi sekitar 7 – 9
tahunan. Panen bisa dilakukan setiap 4 – 5 bulan sekali dalam masa panen
tersebut. Memang umur kopi terbilang sangat lama yaitu, sekitar 20 tahunan,
waktu yang lama bagi petani merekam kisah-kasih bersama kopi, dan sulit baginya
menepis potret kebersamaannya dengan kopi, dan beralih.
Aku, kamu dan kalian, penikmat
kopi, mengetahui pahit-manisnya Kopi
ketika dia didalam cangkir yang
dihidangkan. Mode panas atau dingin hanyalah selera yang penikmat Kopi, yang dipaksakan agar Kopi menjadi hal
itu. Kopi mentransformasikan energinya dalam bentuk cair, diolah dengan segala
metode, manual atau auto, dipadankan
dengan berbagai aksesoris, agar kita bisa menikmatinya, itulah keikhlasan Kopi.
Petani dan Kopi, dengan segala
keikhlasan hati berkorban untuk Aku, Kamu dan Kalian, penikmat kopi,
menghadirkan sebuah mahakarya yang terbaik dari alam, yang dihasilkan di sisi
selatan lereng pegunungan argopuro, yaitu cita
rasa tinggi mutiara hitam.
Sebuah catatan, Menurut sebuah informasi
sudah ada 18 ijin usaha penambangan berada di wilayah Jember untuk melakukan
eksploitasi tambang yang diduga daerah tersebut memiliki nilai tambang bernilai
tinggi.
Mengajak pembaca untuk
merefleksikan kondisi tersebut bagi ekosistem, dan dampak lingkungannya.
Terutama Jember merupakan lahan hijau kelas 1, yang merupakan lahan yang cocok
untuk pertanian, dan perkebunan karena mutu tanah yang subur.
Mengajak pembaca untuk
merefleksikan sebuah wacana migrasi profesi besar-besaran dari petani ke
Industri pertambangan, mengingat sumber daya manusia didaerah tersebut masih
belum siap secara pengetahuan dan mental-psikologis.
Terakhir, mengajak Aku, Kamu
dan Kalian, Penikmat Kopi untuk berpatrisipasi dalam kelangsungan hidup Kopi
dan Petaninya, dalam sebuah Gerakan Tolak Penambangan di Kebun Kopi.
Selamat [minum] Kopi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar