Kamis, 23 Juni 2016

Refleksi Negeri Dagelan Demokrasi

Copas from http://godjarot.com/refleksi-negeri-dagelan-demokrasi/

Terik panas dibulan ini tak seterik panas, geliat wacana Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Aksi saling tikam karakter sering terjadi, terutama pada sosok Gubernur sekaligus bakal calon dalam Pilgub mendatang, Ahok pemilik nama lengkap Basuki Tjahja Purnama.
Sosok yang kontroversial ini menjadi seperti common enemy bagi beberapa lapisan masyarakat Jakarta. Pasalnya, sosok ini kerap sekali melakukan hal yang tidak wajar meski pada maksudnya adalah benar. Mungkin, loh.

Kita lihat saja tayangan hasil rekaman staf Balai Kota Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang tersebar di youtube, mempertontonkan bagaimana karakter Ahok yang tegas nan keras, seperti layaknya Hakim Bao, yang mampu memberikan rasa keadilan menurut versinya. Sekali lagi itu benar menurut versinya.
Pertanyaan saya kenapa dia hanya mempertontonkan aksinya itu hanya di Balai Kota, hampir tidak pernah, eh takut terlewat saya katakan saja, jarang sekali saya melihat perilaku Hakim Bao-nya ini dilakukan diluar Balai Kota, berhadapan dengan mereka yang akan digusur, berhadapan dengan para pelacur Kalijodo, reklamasi pantai dan dengan lainnya yang menjadi korban kebijakan Ahok dalam menata Jakarta.
Saya melihat Balai Kota seperti kerajaan yang harus dijaga dan tidak boleh ditinggalkan walau hanya sejengkal, atau Ahok ini sudah mengetahui dan menyadari bahwa aksi kontroversialnya ini pasti menambah banyak musuh bagi dirinya sehingga keamanan dan keselamatannya adalah prioritas utama.
Jika seperti itu, kenapa Ia lakukan perilaku kontroversial atau dengan kata lain lakukan sesuatu yang sudah menjadi wajar dan biasa itu seandainya takut, meski itu tidak benar. Toh, Ia punya banyak pengawal baik dari aparat sampai aparat-aparatan.
Seperti kasus kemarin, Kamis, 23 Juni 2016, saat Ahok meresmikan Ruang Pelayanan Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Kelurahan Penjaringan. Kedatangannya ditolak warga yang sempat diwarnai dengan aksi lempar batu dan gas air mata.
500 personel aparat beneran diperintah mengamankan kedatangan Ahok, yang sebelumnya sudah diendus adanya penolakan terhadap diri Ahok. Mereka, para Aparat Kepolisian dengan rela karena tugas bertahan terhadap lemparan batu para warga.
Kerusuhan yang berakhir jam 18.00, akibat hujan deras mengguyur wilayah sekitar, mungkin karena takut masuk angin karena kedinginan atau memang batas akhir demonstrasi, atau mungkin mereka lelah?
Lucu khan, Gubernur DKI Jakarta terpilih ditolak oleh warganya yang telah memilihnya. Sebuah lelucon di negeri ini sedang dipertontonkan dalam ruang demokrasi. Apa sebegitu zalimnya sosok Ahok ini? Jika benar demikian kenapa perolehan KTP yang dikumpulkan oleh Temannya Ahok bisa mencapai 1 juta lebih? Hingga hampir memakan korban dengan bunuh diri terjun bebas dari ketinggian Monas, karena sebuah janji. Inilah dagelan demokrasi negeri ini.
Memang naiknya Ahok lantaran Jokowi sebagai pasangan calonya naik promosi menjadi presiden, sehingga Ia otomatis sebagai pasangan pemenang pemilu menggantikannya. Kalau sedari dulu sosok Ahok ini memang tidak disukai, kenapa warga DKI memilih mereka, Jokowi-Ahok.
Jika kita tarik garis permasalahan lagi, apakah ini merupakan kesalahan partai dalam memposisikan pasangan calon yang diusung, yang hanya memperhatikan popularitas sosok yang diusung untuk memenangkan pemilu.
Seorang pemimpin tidak perlu terlalu populis namun dicintai oleh warganya. Popularitas pemimpin bukan dilihat dari ketenaran dia di berbagai media, karena ia pemimpin bukan selebritis. Dukungan seharusnya muncul dari bawah dengan sendirinya dan tidak perlu disuruh dan dibiayai milyaran rupiah dalam mencari popularitasnya.
Kalem namun percaya diri dan yakin ia bisa memimpin sebuah daerah. Tidak perlu arogan dalam memutuskan keadilan. Menerapkan segala aturan dengan tepat dan benar. Sosok itulah sekiranya yang mampu memimpin DKI Jakarta dengan baik.
Pertanyaannya adalah siapa dia? Tak lain adalah Djarot Saiful Hidayat.

Penutup, yakinkan dan pahami diri kita untuk sosok Djarot. Kalau perlu googling di internet tentang keperibadiannya yang tidak melakukan kontroersial dalam mencari popularitas. Setelah anda yakin, maka berteriaklah dengan keras di Jalan Teuku Umar, meminta sosok ini untuk didukung oleh partainya. Sekarang atau kalian terlambat menyelamatkan negeri Jakarta ini.

Tidak ada komentar: