Jumat, 01 Mei 2015

Perempuan, Karir dan Keluarga



Perempuan, Karir dan Keluarga

Sebuah pernyataan semua perempuan adalah ibu, dan semua ibu pasti perempuan, dan saya tidak membutuhkan jawaban anda.

Keluarga
Dinamakan keluarga, Ada ayah, ibu dan anak, dan sistem hubungan yang mengatur komunikasi, dalam proses transformasi nilai dan ajaran yang diatur dalam aturan/sistem. Didalam aturan tersebut terdapat hak dan kewajiban, yang harus dihargai dan dihormati serta dijadikan fokus perhatian, dan dengan aturan tersebut tercipta pola budaya. Hal itu yang akan menjadikan perbedaan antara keluarga satu dengan keluarga yang lainnya.
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Peran dan hubungan ayah [laki-laki] dan ibu [perempuan] dan anak dalam keluarga
Peran dan tanggungjawab seorang anak tidak akan digantikan oleh seorang ayah, begitu pula peran perempuan, yang tidak mungkin juga digantikan oleh seorang ayah. Perang dan tanggungjawab didasarkan hal-hal kodrati, seperti fungsi fisik/organ tubuh dan genetik. Seorang ayah tidak mungkin menyusui anak, sebab ayah tidak memiliki alat vital menyusui, begitu pula seorang ibu tidak mampu melindungi anak dan keluarga karena secara kekuatan fisik sosok ibu lemah, ada sikuls bulanan yang mempengaruhi pola pikir dan kreasi. Tentu, anak tidak mungkin secara cepat mengganti psosisi kedua orang tuanya bagi anak/saudaranya yang lain karena menjadi orang tua membutuhkan proses kedewasaan diri yang panjang, yang harus dilalui dalam perjalanan hidupnya.
Jadi, Laki-laki sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
Dan, Perempuan sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. Serta, Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.  
Perempuan dan ibu
Manusia dihadirkan dalam dunia ini secara kodrati terdapat dalam dua jenis, yaitu laki-laki dan perepmpuan. Banyak keterangan dalam segala ajaran agama, dalam Islam perempuan pertama yang diciptakan adalah Hawa dan kehadirannya tentu untuk menemani sang Adam dalam menjalani perintah Allah Subhana Waa Ta’ala. Maka dari dua jenis manusia ciptaan-Nya untuk saling mengasihi dan mencintai, keduanya diciptakan sangat berbeda dan untuk saling mengisi diantara keduanya.
Ibu, Mama, Bunda, nenek, oma dan berbagai macam sebutan tentang sosok orang tua perempuan dari seorang anak baik dalam sebuah hubungan biologis ataupun sosial. Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis kelamin yang mampu untuk melahirkan anak dan menyusui. Dalam Islam, hukum dan aturan serta kedudukan seorang ibu sangatlah dimuliakan. Bahkan dikatakan bahwa surge seorang anak itu ada ditetapak kaki ibu. Oleh karena itu, seorang anak sangat diwajibkan untuk dapat berbakti kepada kedua orang tuanya terlebih lagi kepada ibu kandungnya. Penjelasan tentang hal ini banyak sekali ditegaskan dalam al-Quran diantaranya Quran surat Luqman ayat: 14 Allah Ta'ala berfirman yang artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia [berbuat baik] kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”
Gambaran sebuah pengorbanan seorang Ibu begitu hebat dalam lirik lagu yang berjudul Ibu ciptaan iwan fals, Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, Lewati rintang untuk aku anakmu, Ibuku sayang masih terus berjalan, Walau tapak kaki, penuh darah penuh nanah”. Dan masih banyak karya sastra lainnya tentang keikhlasan seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya, tanpa pamrih.
Posisi Perempuan [ibu] dalam keluarga.
Bagi saya, anda dan kalian sosok ibu merupakan sosok suci, yang tak asing di mata kehidupan kita, setiap anak yang terlahir di dunia. Seberapa besarkah kasih Ibu yang kita ketahui selama ini? Dalam sebuah agama sosok perempuan [ibu] dijadikan parameter untuk mengukur sebuah akhlak dari sebuah masyarakat atau keluarga. Dan apabila baik akhlak perempuannya, maka baik pula akhlak keluarganya [masyarakatnya]. Jadi posisi perempuan sangat menentukan dan penting dalam pemeliharaan dan pembinaan budi pekerti atau akhlak sebuah keluarga yang merupakan unit terkecil dalam sebuah negara.
Sebagai Istri.
Perempuan diciptakan berbeda dari dan untuk menemani laki-laki, serta diantara keduanya saling mengisi kekurangan-kekurangan yang ada. Laki-laki adalah suami bagi perempuan dan perempuan sebagi istri dari laki-laki. Ketika seorang laki-laki merasa kesulitan, maka sang istri lah yang bisa membantunya. Ketika seorang laki-laki mengalami kegundahan, sang istri lah yang dapat menenangkannya. Dan ketika sang laki-laki mengalami keterpurukan, sang istri lah yang dapat menyemangatinya. Bahkan ada sebuah pameo bahwa kejayaan, kemuliaan serta suksesnya kaum laki-laki disebabkan seprang perempuan dibelakangnya.
Sebagai Ibu.
Kasih Ibu terhadap keluarga [Suami, dan Anak] begitu tulus, pengorbanan diri untuk senantiasa secara ikhlas melayani suami, merawat dan mengasuh anak. Menurut Baqir Sharif al-Qarashi (2003 : 64), bahwa para ibu merupakan sekolah-sekolah paling utama dalam pembentukan kepribadian anak, serta saran, untuk memenuhi mereka dengan berbagai sifat mulia, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. yang artinya: “Surga di bawah telapak kaki ibu”, menggambarkan tanggung jawab ibu terhadap masa depan anaknya. (Zakiyah Daradjat, 1995 : 50). Memang tanggung jawab mendidik dan menentukan masa depan anak bukanlah semata-mata tanggungjawab ibu seorang diri, ada peran seorang ayah. Namun, dalam menyiapkan masa depan anak bukan hanya membutuhkan materi, dimana pemenuhan materi tersebut merupakan tanggungjawab seorang suami atau ayah. Masa depan anak juga ditentukan oleh immateri yaitu kesiapan mental, akhlak, dan budi pekerti yang baik. Untuk memepersiakan hal itu dibutuhkan nilai kasih sayang, perasaan yang tulus, dan totaliatas, dan hanya sosok ibu yang mampu menyelami kejiwaan sang anak. Sosok Ibu bertanggungjawab menyusun wilayah-wilayah mental serta sosial dalam pencapaian kesempurnaan serta pertumbuhan anak yang benar. Sejumlah kegagalan yang terjadi diakibatkan oleh pemisahan wanita dari fungsi-fungsi dasar mereka.
Peran emansipasi dalam kehidupan perempuan
Bukan untuk mengkerdilkan perjuangan kaum peempuan dalam kesetaraan (emansipasi) namun ini merupakan bagian terkecil atau awal untuk menyamakan persepsi tentang hal tersebut. Persamaan gender yang banyak didengung-dengungkan masih meninggalkan persoalan yang pelik, seperti banyaknya tingkat perceraian, broken home, dan ujungnya adalah anak sebagai korban, kasihan.
Sebuah pameo masyarakat Jawa, yang paling dibenci oleh para emansipator adalah wong wadon niku kanca wengking (seorang perempuan itu teman dibelakang). Menjadi unsur kedua, dalam struktur keluarga yang sarat dengan identitas secondary line menempatkan posisi yang tidak penting, hina dan tidak berguna.


Karir dan keluarga
Menentukan pilihan sebagai ibu rumah tangga atau wanita karir menjadi persoalan genting bagi perempuan. Sering kali kita jumpai perdebatan tentang emansipasi antara karir dan keluarga mengalami jalan buntu, deadlock.  Dan tidak sedikit pula kejadiannya semakin meruncing pada perpisahan alasannya sangat sederhana, kami sudah berbeda prinsip. Dalam pribadi setiap perempuan pasti ingin mengabdi pada suaminya, surga tujuan akhirnya. Kesenjangan sosial yang terjadi kerap disebabkan oleh permasalah pendapatan [gaji], dan status sosialnya. Secara psikologi suami [laki-laki] memiliki ego sentris atau sikap superior dengan meletakkan harga diri ke-laki-laki-annya diatas segalanya. Hal inilah yang membawa dampak buruk dalam hubungan komunikasi keluarga. Ambil contoh sederhananya seorang laki-laki dengan satus sosial yang tingkat pendidikannya sederajat SMU menikahi seorang perempuan yang setara sarjana, kecenderungannya adalah rasa minder, apalagi gaji yang diterima oleh istri per bulannya lebih besar daripada sang suami. Kesenjangan inilah yang menyebabakan perilaku cemburu yang berlebihan, sehingga mempengaruhi pengambilan tindakan yang berlebihan semisal, sikap protektif yang berlebihan, pikiran yang negatif terhadap istri.
Pada dasarnya pilihan istri bekerja atau tidak dalam suatu ajaran agama manapun tidak ada yang melarang selama istri masih mampu menjalankan tugas-tugas seorang istri dan ibu dalam keluarganya, dan keputusan harus disetujui oleh suami, dan dengan dasar semata-mata untuk membantu suami dalam meningkatkan pendapatan keluarga bukan sekedar pencarian eksistensi diri.
Bahwa salah adanya sebuah lagu Sabda Alam-Hendri Rotinsulu,
Diciptakan alam pria dan wanita. Dua makhluk jaya asuhan dewata. Ditakdirkan bahwa pria berkuasa. Adapun wanita lemah lembut manja. Wanita dijajah pria sejak dulu. Dijadikan perhiasan sangkar madu. Namun adakala prla tak berdaya.  T’kuk lutut disudut kerling wanita”

Tidak ada komentar: